Minggu, 02 Desember 2018

KONFERENSI MEJA BUNDAR


konferensi meja bundar dilakukan di tempat ini pada jaman dulu

Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.
Sebelum konferensi ini berlangsung, sebenarnya Indonesia dan Belanda telah melakukan tiga perjanjian besar, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

Latar Belakang Terjadinya Konferensi Meja Bundar





Usaha untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Dunia international mengutuk perbuatan Belanda tersebut. Belanda dan Indonesia lalu mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan (PBB) Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer yang dilakukan Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintahan Republik Indonesia. Lalu diaturlah kelanjutan perundingan untuk menemukan solusi damai antara dua belah pihak.
Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik Indonesia untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Tujuan Diadakannya Konferensi Meja Bundar

  1. Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda. Khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat.
  2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.

Perwakilan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar

Pada Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh:
  1. Drs. Hatta (ketua)
  2. Nir. Moh. Roem
  3. Prof Dr. Mr. Supomo
  4. Dr. J. Leitnena
  5. Mr. Ali Sastroamicijojo
  6. Ir. Djuanda
  7. Dr. Sukiman
  8. Mr. Suyono Hadinoto
  9. Dr. Sumitro Djojohadikusumo
  10. Mr. Abdul Karim Pringgodigdo
  11. Kolonel T.B. Simatupang
  12. Mr. Muwardi
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.

Isi dari Konferensi Meja Bundar

  1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka.
  2. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan.
  3. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status sukarela dan sederajat.
  4. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
  5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang dari tahun 1942.
Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan dan tanda tangan bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dan BFO.

Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampaikan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP melakukan sidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB.

Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruang sidang.
Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih sebagai presiden.
Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta.
Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.

Dampak dari Konferensi Meja Bundar

Penyerahan kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruangan takhta Amsterdam.
Ratu Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam melakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.
Pada saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah penyerahan kedaualatan dalam suatu upacara di Istana Merdeka.
Penyerahan kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh bekas wilayah jajahan Hindia – Belanda secara formal kecuali Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.
Sebulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Besar Sudirman yang telah banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika agresi militer Belanda akhirnya wafat pada usia 34 tahun. Beliau merupakan panutan bagi para anggota TNI.
Semoga Informasi tadi Dapat Bermanfaat Bagi Teman Semua.

 

Rabu, 28 November 2018

SHARIVAN THE MOVIE, CIHUUUY MANTAB

Helo guys, kali ini saya mau mereview film terbaru dari genre tokusatsu Metal Hero, yaitu Uchuu Keiji Sharivan : Next Generation. Sedikit info, Sharivan adalah salah satu superhero dari genre Metal Hero, dan bagian dari Uchuu Keiji Series selain Gavan dan Shaider.


Film ini menceritakan sebuah misi rahasia yang dilakukan oleh Hyuuga Kai (Sharivan), bersama asistenya seorang ilmuwan cantik bernama Shishi. Mereka diharuskan untuk menyelidiki seorang penjahat bernama Guyler Shogun, yang menyebarkan sebuah serum obat berbahaya dan menjadikan bumi sebagai targetnya, dan juga menyelidiki seorang mata-mata dari Guyler tadi di dalam kesatuan Polisi Semesta. Dia ditugaskan ke bumi dan bertemu dengan teman masa kecilnya bernama Seigi, yang juga seorang Uchuu Keiji, Estevan beserta asistenya Aileen.  Setelah melalui penyelidikan, Sharivan mencurigai Aileen sebagai mata-mata dari Guyler karena tindak-tunduknya yang mencurigakan, namun ternyata, mata-mata yang sebenarnya adalah orang yang sama sekali tidak dia duga. Mampukah Sharivan menjalankan misinya dengan sempurna, menangkap Guyler dan sang mata-mata tersebut?


Setelah kesuksesan TOEI pada tahun 2012 lalu yang "menghidupkan" genre metal hero dengan keluarnya film "Uchuu Keiji Gavan The Movie" dengan memerikan penyegaran dari segi pemain namun tidak melupakan kisah originalnya dengan tetap membawa pemeran Gavan aslinya. Tahun ini TOEI kembali menghadirkan dua film metal hero, yang lebih terkesan menjadi Spin-off dari film Gavan 2012 yang lalu, Sharivan dan Shaider NEXT GENEARTION, yang mengambil latar pasca kejadian di film Gavan dan juga Super Hero Taisen Z.

Untuk film Sharivan Next Generation sendiri, secara keseluruhan cukup bagus. Cerita yang coba dibawakan di film ini cukup menghibur, disertai juga dengan sedikit twist yang bagus, meskipun sebenarnya cukup predictable juga. Selaij itu penampilan dari Misaki Momose sebagai seorang ilmuwan cerdas yang centil dan manja makin memaniskan aroma film ini. Dan jangan lupakan juga penampilan beberapa bintang Super Sentai yang taqmpil di film ini seperti Ryoma Baba (Tokumei Sentai GoBusters), Koichiro Nishi, Sho Tomita dan Michi Ishijima (Bakuryuu Sentai Abaranger) yang tentunya menambah keseruan film ini.

Overall, film ini sangat menghibur. Dan harapan saya, TOEI akan kembali mengangkat para superhero lainya dari genre Metal Hero, seperti Jiraiya ataupun Juspion, tentunya dengan sentuhan baru macam trio film Uchuu Keiji ini, untuk meramaikan genre ini dan tidak kalah dengan dua koleganya sesama hero buatan TOEI, Kamen Rider dan Super Sentai.

Oh iyah kalo mau download filmnya, silahkan cuy download aja langsung di bawah ini..

https://drive.google.com/open?id=0B1r5ARo_jNVhQWg5aUZjbFZFWVE 

Credit :  HeroeSubs

HUBUNGAN TURKI UTSMANI DENGAN ACEH DI MASA LALU

Pada tahun 2014, sebagian besar masyarakat Indonesia disuguhkan dengan sejumlah tayangan sinetron dari Turki oleh salah satu stasiun televisi swasta. Salah satunya adalah sinetron berjudul “Abad Kejayaan” (atau Muhtesem Yüzyil dalam bahasa Turki). Sinetron tersebut mengisahkan tentang kehidupan Sultan Suleiman I, pemimpin Kesultanan Utsmani (Ottoman Empire).
Setidaknya, di dalam sinetron tersebut tergambar bagaimana Kesultanan Utsmani pada masa jayanya. Menjadi negara besar yang berpengaruh di Eropa, memiliki kekuatan militer yang tangguh, dan jangan lupakan meriam raksasa yang menjadi momok bagi bangsa Eropa pada saat itu.
Namun hanya sebagian orang yang tahu bahwa pada zaman dahulu, Kesultanan Turki Utsmani pernah menjalin hubungan diplomatik dengan salah satu kerajaan di Nusantara. Turki ikut bersaing dengan negara-negara Eropa lainnya dalam perdagangan rempah-rempah.
Tokoh Sultan Suleiman I dalam sebuah sinetron dari Turki. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Suleiman I pernah menerima utusan dari Kesultanan Aceh Darussalam ©
Tokoh Sultan Suleiman I yang diperankan dalam sebuah sinetron dari Turki. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Suleiman I pernah menerima utusan dari Kesultanan Aceh Darussalam © CTQuân / CC BY-SA 4.0 (via Wikimedia Commons)

Riwayat Hubungan Aceh-Utsmani
Kesultanan Aceh Darussalam tercatat pernah memiliki hubungan yang dekat dengan Kesultanan Utsmani. Ismail Hakki Göksoy di dalam artikelnya berjudul “Ottoman-Aceh relations as documented in Turkish sources” menjelaskan hubungan antara dua kesultanan tersebut berdasarkan arsip dokumen-dokumen resmi Kesultanan Utsmani.
Kesultanan Aceh Darussalam mulai berdiri sejak abad ke-16 dengan Sultan Ali Mughayat Syah sebagai sultan pertamanya. Pada saat itu, Aceh merupakan kerajaan yang berpengaruh di kawasan Sumatera. Kesultanan Aceh Darussalam menjadi ekspansif pada era kepemimpinan Sultan Alauddin al-Kahhar. Untuk memperluas kekuasaan dan meningkatkan perekonomiannya, Aceh berambisi untuk menguasai Selat Malaka yang menjadi jalur perdagangan rempah-rempah internasional. Untuk itu, Aceh harus bersaing dengan Kesultanan Johor dan Portugis yang menguasai Malaka.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam pada abad ke-16 ©
Wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam pada abad ke-17 © Gunawan Kartapranata / CC BY-SA 3.0 (via Wikimedia Commons)

Terdapat berbagai motif yang mendasari perselisihan antara Kesultanan Aceh dengan Portugis. Tidak hanya perkara politis, persaingan ekonomi hingga agama menjadi motif yang menggambarkan hubungan antara Aceh dan Portugis. Tidak hanya menguasai Malaka, Samudera Hindia pada saat itu didominasi oleh armada laut Portugis. Kapal-kapal dagang dari Aceh yang berlayar menuju Timur Tengah (dan sebaliknya) menjadi sasaran serangan kapal-kapal perang Portugis.
Merasa dirugikan dengan manuver Portugis, Aceh kemudian mengirimkan utusan ke Turki, meminta bantuan militer. Tercatat pada tahun 1547, di era Sultan Suleiman I, Duta Besar Aceh mendatangi Istanbul. Utusan dari Aceh tersebut meminta bantuan militer berupa armada laut serta meriam untuk menghadapi Portugis. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Sultan Suleiman I yang merasa bertanggungjawab melindungi kapal-kapal muslim dari serangan Portugis.
Sejak saat itulah, korespondensi antara Aceh dengan Turki pada abad ke-16 mulai intensif dan berlanjut di era pemerintahan Sultan Selim II. Sama seperti pendahulunya, Sultan Selim II juga memberikan bantuan militer berupa kapal, pasukan artileri, dan persenjataan lainnya yang dibutuhkan Aceh untuk menyerang Portugis. Untuk itu, Turki mengirim sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Laksamana Kurtoglu Hizir Reis ke Aceh. Meskipun kemudian ekspedisi tersebut dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman. Namun persenjataan dan teknisi militer Turki berhasil tiba di Aceh.
Sultan Selim II ©
Sultan Selim II © Johann Theodor de Bry / Domain Publik (via Wikimedia Commons)
Berdasarkan catatan Portugis pada tahun 1582, setiap tahun Aceh mengirimkan utusan beserta sejumlah hadiah seperti emas, batu mulia, rempah-rempah, dan parfum kepada sultan Utsmani. Selain itu, Aceh juga membangun perdagangan rempah-rempah ke Timur Tengah. Sebagai balasannya, Turki memberikan bantuan militer berupa persenjataan, ahli militer, serta perlindungan untuk Aceh. Hubungan tersebut kemudian menjadikan Aceh sebagai wilayah protektorat Kesultanan Utsmani hingga abad ke-18.

Surat yang ditulis oleh Sultan Selim II untuk Sultan Alauddin al-Kahhar. Surat tersebut tertanggal 16 Rabiul Awwal 975 H (20 September 1567) ©
Surat yang ditulis oleh Sultan Selim II untuk Sultan Alauddin al-Kahhar. Surat tersebut tertanggal 16 Rabiul Awwal 975 H (20 September 1567) | (Dalam buku "Mapping the Acehnese Past")
Menjadi bagian dari imperium Kesultanan Utsmani, Kesultanan Aceh Darussalam kemudian menjadi negara dengan kekuatan militer yang diperhitungkan di kawasan Sumatera dan Malaka. Beberapa kali Aceh mampu mengalahkan Portugis dalam berbagai pertempuran. Selain itu, kapal-kapal Aceh diizinkan menggunakan bendera Turki.
Lebih lanjut, bendera Kesultanan Aceh Darussalam berwarna merah dengan bulan sabit, bintang, dan pedang berwarna putih, menyerupai bendera Kesultanan Utsmani. Salah satu peninggalan Kesultanan Aceh Darussalam, Meriam Lada Secupak, merupakan salah satu meriam pemberian dari Turki.

Meriam Lada Secupak, pemberian Utsmani untuk Aceh. Hingga kini meriam tersebut masih tersimpan di Belanda ©
Meriam Lada Secupak, pemberian Utsmani untuk Aceh. Hingga kini meriam tersebut masih tersimpan di Belanda | ottomansoutheastasia.org

Sejumlah meriam Turki milik Aceh yang dilucuti oleh Belanda pada tahun 1874 ©
Sejumlah meriam Turki milik Aceh yang dilucuti oleh Belanda pada tahun 1874 © Illustrated London News / Domain Publik (via Wikimedia Commons)

Sumber: Buku "Mapping the Acehnese Past".

KONFERENSI MEJA BUNDAR

Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari...