Rabu, 28 November 2018

SHARIVAN THE MOVIE, CIHUUUY MANTAB

Helo guys, kali ini saya mau mereview film terbaru dari genre tokusatsu Metal Hero, yaitu Uchuu Keiji Sharivan : Next Generation. Sedikit info, Sharivan adalah salah satu superhero dari genre Metal Hero, dan bagian dari Uchuu Keiji Series selain Gavan dan Shaider.


Film ini menceritakan sebuah misi rahasia yang dilakukan oleh Hyuuga Kai (Sharivan), bersama asistenya seorang ilmuwan cantik bernama Shishi. Mereka diharuskan untuk menyelidiki seorang penjahat bernama Guyler Shogun, yang menyebarkan sebuah serum obat berbahaya dan menjadikan bumi sebagai targetnya, dan juga menyelidiki seorang mata-mata dari Guyler tadi di dalam kesatuan Polisi Semesta. Dia ditugaskan ke bumi dan bertemu dengan teman masa kecilnya bernama Seigi, yang juga seorang Uchuu Keiji, Estevan beserta asistenya Aileen.  Setelah melalui penyelidikan, Sharivan mencurigai Aileen sebagai mata-mata dari Guyler karena tindak-tunduknya yang mencurigakan, namun ternyata, mata-mata yang sebenarnya adalah orang yang sama sekali tidak dia duga. Mampukah Sharivan menjalankan misinya dengan sempurna, menangkap Guyler dan sang mata-mata tersebut?


Setelah kesuksesan TOEI pada tahun 2012 lalu yang "menghidupkan" genre metal hero dengan keluarnya film "Uchuu Keiji Gavan The Movie" dengan memerikan penyegaran dari segi pemain namun tidak melupakan kisah originalnya dengan tetap membawa pemeran Gavan aslinya. Tahun ini TOEI kembali menghadirkan dua film metal hero, yang lebih terkesan menjadi Spin-off dari film Gavan 2012 yang lalu, Sharivan dan Shaider NEXT GENEARTION, yang mengambil latar pasca kejadian di film Gavan dan juga Super Hero Taisen Z.

Untuk film Sharivan Next Generation sendiri, secara keseluruhan cukup bagus. Cerita yang coba dibawakan di film ini cukup menghibur, disertai juga dengan sedikit twist yang bagus, meskipun sebenarnya cukup predictable juga. Selaij itu penampilan dari Misaki Momose sebagai seorang ilmuwan cerdas yang centil dan manja makin memaniskan aroma film ini. Dan jangan lupakan juga penampilan beberapa bintang Super Sentai yang taqmpil di film ini seperti Ryoma Baba (Tokumei Sentai GoBusters), Koichiro Nishi, Sho Tomita dan Michi Ishijima (Bakuryuu Sentai Abaranger) yang tentunya menambah keseruan film ini.

Overall, film ini sangat menghibur. Dan harapan saya, TOEI akan kembali mengangkat para superhero lainya dari genre Metal Hero, seperti Jiraiya ataupun Juspion, tentunya dengan sentuhan baru macam trio film Uchuu Keiji ini, untuk meramaikan genre ini dan tidak kalah dengan dua koleganya sesama hero buatan TOEI, Kamen Rider dan Super Sentai.

Oh iyah kalo mau download filmnya, silahkan cuy download aja langsung di bawah ini..

https://drive.google.com/open?id=0B1r5ARo_jNVhQWg5aUZjbFZFWVE 

Credit :  HeroeSubs

HUBUNGAN TURKI UTSMANI DENGAN ACEH DI MASA LALU

Pada tahun 2014, sebagian besar masyarakat Indonesia disuguhkan dengan sejumlah tayangan sinetron dari Turki oleh salah satu stasiun televisi swasta. Salah satunya adalah sinetron berjudul “Abad Kejayaan” (atau Muhtesem Yüzyil dalam bahasa Turki). Sinetron tersebut mengisahkan tentang kehidupan Sultan Suleiman I, pemimpin Kesultanan Utsmani (Ottoman Empire).
Setidaknya, di dalam sinetron tersebut tergambar bagaimana Kesultanan Utsmani pada masa jayanya. Menjadi negara besar yang berpengaruh di Eropa, memiliki kekuatan militer yang tangguh, dan jangan lupakan meriam raksasa yang menjadi momok bagi bangsa Eropa pada saat itu.
Namun hanya sebagian orang yang tahu bahwa pada zaman dahulu, Kesultanan Turki Utsmani pernah menjalin hubungan diplomatik dengan salah satu kerajaan di Nusantara. Turki ikut bersaing dengan negara-negara Eropa lainnya dalam perdagangan rempah-rempah.
Tokoh Sultan Suleiman I dalam sebuah sinetron dari Turki. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Suleiman I pernah menerima utusan dari Kesultanan Aceh Darussalam ©
Tokoh Sultan Suleiman I yang diperankan dalam sebuah sinetron dari Turki. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Suleiman I pernah menerima utusan dari Kesultanan Aceh Darussalam © CTQuân / CC BY-SA 4.0 (via Wikimedia Commons)

Riwayat Hubungan Aceh-Utsmani
Kesultanan Aceh Darussalam tercatat pernah memiliki hubungan yang dekat dengan Kesultanan Utsmani. Ismail Hakki Göksoy di dalam artikelnya berjudul “Ottoman-Aceh relations as documented in Turkish sources” menjelaskan hubungan antara dua kesultanan tersebut berdasarkan arsip dokumen-dokumen resmi Kesultanan Utsmani.
Kesultanan Aceh Darussalam mulai berdiri sejak abad ke-16 dengan Sultan Ali Mughayat Syah sebagai sultan pertamanya. Pada saat itu, Aceh merupakan kerajaan yang berpengaruh di kawasan Sumatera. Kesultanan Aceh Darussalam menjadi ekspansif pada era kepemimpinan Sultan Alauddin al-Kahhar. Untuk memperluas kekuasaan dan meningkatkan perekonomiannya, Aceh berambisi untuk menguasai Selat Malaka yang menjadi jalur perdagangan rempah-rempah internasional. Untuk itu, Aceh harus bersaing dengan Kesultanan Johor dan Portugis yang menguasai Malaka.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam pada abad ke-16 ©
Wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam pada abad ke-17 © Gunawan Kartapranata / CC BY-SA 3.0 (via Wikimedia Commons)

Terdapat berbagai motif yang mendasari perselisihan antara Kesultanan Aceh dengan Portugis. Tidak hanya perkara politis, persaingan ekonomi hingga agama menjadi motif yang menggambarkan hubungan antara Aceh dan Portugis. Tidak hanya menguasai Malaka, Samudera Hindia pada saat itu didominasi oleh armada laut Portugis. Kapal-kapal dagang dari Aceh yang berlayar menuju Timur Tengah (dan sebaliknya) menjadi sasaran serangan kapal-kapal perang Portugis.
Merasa dirugikan dengan manuver Portugis, Aceh kemudian mengirimkan utusan ke Turki, meminta bantuan militer. Tercatat pada tahun 1547, di era Sultan Suleiman I, Duta Besar Aceh mendatangi Istanbul. Utusan dari Aceh tersebut meminta bantuan militer berupa armada laut serta meriam untuk menghadapi Portugis. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Sultan Suleiman I yang merasa bertanggungjawab melindungi kapal-kapal muslim dari serangan Portugis.
Sejak saat itulah, korespondensi antara Aceh dengan Turki pada abad ke-16 mulai intensif dan berlanjut di era pemerintahan Sultan Selim II. Sama seperti pendahulunya, Sultan Selim II juga memberikan bantuan militer berupa kapal, pasukan artileri, dan persenjataan lainnya yang dibutuhkan Aceh untuk menyerang Portugis. Untuk itu, Turki mengirim sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Laksamana Kurtoglu Hizir Reis ke Aceh. Meskipun kemudian ekspedisi tersebut dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman. Namun persenjataan dan teknisi militer Turki berhasil tiba di Aceh.
Sultan Selim II ©
Sultan Selim II © Johann Theodor de Bry / Domain Publik (via Wikimedia Commons)
Berdasarkan catatan Portugis pada tahun 1582, setiap tahun Aceh mengirimkan utusan beserta sejumlah hadiah seperti emas, batu mulia, rempah-rempah, dan parfum kepada sultan Utsmani. Selain itu, Aceh juga membangun perdagangan rempah-rempah ke Timur Tengah. Sebagai balasannya, Turki memberikan bantuan militer berupa persenjataan, ahli militer, serta perlindungan untuk Aceh. Hubungan tersebut kemudian menjadikan Aceh sebagai wilayah protektorat Kesultanan Utsmani hingga abad ke-18.

Surat yang ditulis oleh Sultan Selim II untuk Sultan Alauddin al-Kahhar. Surat tersebut tertanggal 16 Rabiul Awwal 975 H (20 September 1567) ©
Surat yang ditulis oleh Sultan Selim II untuk Sultan Alauddin al-Kahhar. Surat tersebut tertanggal 16 Rabiul Awwal 975 H (20 September 1567) | (Dalam buku "Mapping the Acehnese Past")
Menjadi bagian dari imperium Kesultanan Utsmani, Kesultanan Aceh Darussalam kemudian menjadi negara dengan kekuatan militer yang diperhitungkan di kawasan Sumatera dan Malaka. Beberapa kali Aceh mampu mengalahkan Portugis dalam berbagai pertempuran. Selain itu, kapal-kapal Aceh diizinkan menggunakan bendera Turki.
Lebih lanjut, bendera Kesultanan Aceh Darussalam berwarna merah dengan bulan sabit, bintang, dan pedang berwarna putih, menyerupai bendera Kesultanan Utsmani. Salah satu peninggalan Kesultanan Aceh Darussalam, Meriam Lada Secupak, merupakan salah satu meriam pemberian dari Turki.

Meriam Lada Secupak, pemberian Utsmani untuk Aceh. Hingga kini meriam tersebut masih tersimpan di Belanda ©
Meriam Lada Secupak, pemberian Utsmani untuk Aceh. Hingga kini meriam tersebut masih tersimpan di Belanda | ottomansoutheastasia.org

Sejumlah meriam Turki milik Aceh yang dilucuti oleh Belanda pada tahun 1874 ©
Sejumlah meriam Turki milik Aceh yang dilucuti oleh Belanda pada tahun 1874 © Illustrated London News / Domain Publik (via Wikimedia Commons)

Sumber: Buku "Mapping the Acehnese Past".

KONFERENSI MEJA BUNDAR

Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari...